Mewujudkan Kedaulatan Pangan dengan Pangan Lokal, Seperti Apa?
- Tradisi pertanian lokal masih relevan mengatasi ancaman kedaulatan pangan.
- Seluruh Indonesia pernah ada sistem pertanian yang berkelanjutan, tetapi mulai hilang.
- Ketahanan pangan tidak hanya bicara beras. Ada tanaman pangan endemik yang paling cocok dengan masyarakat di sekitarnya.
- Saat ini bukan hanya perubahan iklim, tapi krisis iklim dan ancaman terhadap pangan yang kita hadapi dalam kehidupan ini.
Sebanyak 50 peserta memenuhi ruang kelas Fakultas Ekonomi Universitas Flores, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tengggara Timur, Selasa [15/8/2023].
Akademisi, mahasiswa, agamawan, tim penggerak PKK, kepala desa, pegiat pangan, dan petani, selama 1,5 jam menyaksikan suguhan film bertema legenda dewi pangan dan ketahanan pangan.
Sepasang mahasiswi menelusuri jejak peninggalan dewi pangan dan budaya pangan di masyarakat. Perjalanan dimulai dari Jawa Timur, Yogyakarta, hingga berakhir di Suku Baduy, Provinsi Banten.
Wulansary, Program Director Nusantara Code, kepada Mongabay Indonesia mengatakan, film ini sebagai media kampaye, penyadaran komunal bahwa ritual dan tradisi pertanian lokal masih relevan mengatasi ancaman kedaulatan pangan.
“Tiga episode film menampilkan 3 wilayah di Pulau Jawa, yang masing-masing memiliki tokoh dewi padi,” ujarnya.
Di Jawa Timur ada Mbo Rondo Kuning dan di Yogyakarta ada Dewi Sri. Di Suku Baduy, masyarakatnya masih memegang teguh kearifan budaya pertanian.
“Mereka menempatkan Nyi Pohaci sebagai dewi pangan dan mereka memiliki ketahanan pangan yang tinggi,” terangnya.
Budaya pangan
Nusantara Code lahir dari keprihatinan mulai pudarnya kearifan lokal budaya pertanian di masyarakat. Keprihatinan akan ancaman krisi pangan global seperti digaungkan FAO [Food and Agriculture Organization], organisasi pangan dan pertanian PBB.
Nusantara Code membangun mitra dengan penggerak pangan tingkat lokal di Blitar, Padang, Bantul, Pontianak, Bali, Ende dan Wajo.
Di Ende, mereka menggandeng komunitas Kampus Tanpa Dinding yang sudah bergerak mendampingi kelompok masyarakat dan generasi muda guna mengembalikan budaya bertani dan pangan lokal.
“Kita ingin mengembalikan kearifan lokal dan budaya pertanian masyarakat. Indonesia pernah ada sistem pertanian berkelanjutan, tetapi mulai hilang,” terang Wulansary.
Ketahanan pangan tidak hanya bicara beras. Ada tanaman pangan endemik yang paling cocok dengan masyarakat di sekitarnya.
Penyeragaman pangan merupakan aksi berbahaya karena Nusantara ini Bhineka Tunggal Ika, banyak keberagaman. Ketika diseragamkan maka ekosisitem, keanekaragaman hayati, dan pangan lokal bakal lenyap.
“Nusantara Code mengedepankan semangat gotong royong sebagai kekuatan. Membangun jejaring budaya untuk kedaulatan pangan,” tuturnya.
Literasi pangan
Maria P.W. Beribe, founder Kampus Tanpa Dinding mengakui, ancaman krisis pangan menjadi isu gerakan budaya pangan untuk kedaulatan pangan.
Praktik-praktik melestarikan pangan semakin tergerus. Dalam literasi pangan di Desa Saga tahun 2022, ditemukan segelintir orang melihat pangan sebagai identitas mereka.
“Di wilayah Saga ditemukan 205 jenis tanaman pangan, baik yang dibudidayakan maupun tumbuh liar. Masyarakat adat menggunakannya sebagai sumber pangan mereka,” paparnya.
Kampus Tanpa Dinding sejak 2018 menggandeng Fakultas Pertanian Universitas Flores [Unflor] melakukan studi Etnobotani, guna mengenal berbagai macam pangan dan sistemnya di masyarakat adat Kabupaten Ende.
“Studi sudah dilaksanakan di tiga komunitas adat di Kabupaten Ende,” ungkapnya.
Mantan Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Nusa Bunga, Philipus Kami menegaskan, saat ini bukan hanya perubahan iklim tapi krisis iklim dan ancaman terhadap pangan yang kita hadapi.
Dampak perubahan iklim menyebabkan gagal tanam dan gagal panen.
“Pertanian tradisional dengan kearifan lokal bisa menjadi solusi bertani, saat ancaman perubahan iklim menguat. Literasi budaya bertani leluhur harus digali dan diterapkan dengan memperhatikan konsep pertanian moderen,” sarannya.
Pemilik rumah makan pangan lokal Istana Sehat, Ferdy mengatakan, dengan mengembalikan pangan lokal maka generasi muda juga harus dibiasakan mengkonsumsinya. Petani harus menjadi kesatuan dengan alam dan lingkungan.
“Dulu, dalam satu kebun terdapat berbagai macam tanaman pangan yang memiliki fungsi saling berkaitan,” ucapnya.